Schermerhon et.al (1991:59) mendefinisikan kinerja sebagai kuantitas dan kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi. Lebih jauh dikatakan bahwa kinerja sanggup diukur baik secara individu, kelompok ataupun organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja ini sanggup dilihat dari kuantitas dan kualitas pencapaian tugasnya. Aspek kualitas ini mengacu pada beban kerja yang telah ditetapkan, sedangkan kualitas kerja sanggup dilihat dari rapi atau tidaknya pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Lavasque (1992:248) mengartikan kinerja sebagai “performance is we do and the result produced by carrying out job functions”, atau apa-apa yang dikerjakan dan hasil yang dicapai dibentuk melalui pelaksanaan fungsi-fungsi dalam pekerjaan.
Gordon (1993:14) beropini “performance was a function of employee’s ability, acceptance of goals, level of the goals, and the interaction of the goal with their ability”. Dimana pendapat tersebut menjelaskan bahwa kinerja mengandung empat unsur yaitu : 1) kemampuan 2) penerimaan tujuan-tujuan organisasi 3) tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai dan 4) interaksi antara tujuan dan kemampuan para anggota organisasi.
Robbins (1994:237) mengemukakan bahwa : “performance is the measurement of result, it asks the simple question did you get the job done”. Yang sanggup diartikan bahwa kinerja merupakan ukuran suatu hasil yang menyatakan pertanyaan sederhana apa yang anda peroleh dari kiprah yang telah dilaksanakan.
Definisi lain mengenai kinerja diungkapkan oleh Maier dalam As’ad (1995:47), yang menyampaikan bahwa kinerja merupakan kesuksesan seseorang didalam melakukan suatu pekerjaan.
Senada dengan pendapat tersebut Lawler dan Porter juga dalam As’ad (1995:47) beropini bahwa kinerja merupakan “Successful role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa kinerja ialah hasil yang dicapai oleh seseorang berdasarkan ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Jika dirujuk pada definisi ini, maka pengertian kinerja ini sanggup diartikan sebagai hasil–hasil yang dicapai oleh individu dalam melakukan kiprah yang telah diembankan kepadanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, sanggup disimpulkan bahwa kinerja bisa dilihat dari tiga dimensi yang berbeda.
Pertama, sebagai keluaran (output), kinerja dinilai dari apa yang telah dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan kiprah atau pekerjaan. Dalam dimensi ini, kinerja seorang pegawai diukur dari hasil-hasil yang telah dicapainya dalam periode waktu tertentu. Jika dimensi itu dipakai sebagai materi penilaian, maka penilaian terhadap kinerja pegawai harus dilihat dari catatan-catatan prestasi yang telah diraihnya dalam masa tertentu. Hasil penilaian ini kemudian dibandingkan dengan tanggung jawab dan kiprahnya yang telah dinyatakan dalam uraian tugasnya (job description).
Kedua kinerja dinilai dari proses pelaksanaan kiprah atau pekerjaan. Dalam dimensi ini kinerja pegawai dinilai dari mekanisme dan teknis yang telah ditempuhnya dalam menuntaskan kiprah atau pekerjaannya. Sesuai dengan nama dimensinya, penilaian berdasarkan proses ini tidak melihat hasil kerja pegawai, namun lebih ditekankan pada “bagaimana” seseorang menuntaskan pekerjaannya secara teliti dan sanggup dipertanggungjawabkan. Selama mekanisme dan teknis yang dilaksanakan telah sesuai dengan apa yang digariskan, maka sanggup disimpulkan bahwa kinerjanya cukup baik.
Ketiga, terakhir dinilai dari aspek kontekstualnya. Penilaian kinerja seseorang sanggup juga dilihat dari aspek kontekstualnya, yakni kemampuannya sendiri. Diyakini bahwa kalau seseorang bisa mengerjakan suatu pemeriksaan, maka kinerjanya juga akan baik. Dengan kata lain, apabila seseorang yang mempunyai pengalaman dan pendidikan yang cukup matang dan ditempatkan pada posisi yang mempunyai tanggung jawab besar, maka secara kontekstual hal ini sudah benar dan diyakini kinerjanya akan baik. Definisi ini juga mengungkapkan bahwa kinerja merupakan sebuah proses pelaksanaan pemeriksaan. Sesuai dengan definisi ini maka tingkat keterampilan/ profesionalisme pegawai juga sanggup dipakai untuk mengukur kinerjanya dalam mengusut suatu pekerjaan. Disamping itu dibutuhkan adanya mekanisme dan ketentuan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Sumber http://tesisdisertasi.blogspot.comLavasque (1992:248) mengartikan kinerja sebagai “performance is we do and the result produced by carrying out job functions”, atau apa-apa yang dikerjakan dan hasil yang dicapai dibentuk melalui pelaksanaan fungsi-fungsi dalam pekerjaan.
Gordon (1993:14) beropini “performance was a function of employee’s ability, acceptance of goals, level of the goals, and the interaction of the goal with their ability”. Dimana pendapat tersebut menjelaskan bahwa kinerja mengandung empat unsur yaitu : 1) kemampuan 2) penerimaan tujuan-tujuan organisasi 3) tingkatan tujuan-tujuan yang dicapai dan 4) interaksi antara tujuan dan kemampuan para anggota organisasi.
Robbins (1994:237) mengemukakan bahwa : “performance is the measurement of result, it asks the simple question did you get the job done”. Yang sanggup diartikan bahwa kinerja merupakan ukuran suatu hasil yang menyatakan pertanyaan sederhana apa yang anda peroleh dari kiprah yang telah dilaksanakan.
Definisi lain mengenai kinerja diungkapkan oleh Maier dalam As’ad (1995:47), yang menyampaikan bahwa kinerja merupakan kesuksesan seseorang didalam melakukan suatu pekerjaan.
Senada dengan pendapat tersebut Lawler dan Porter juga dalam As’ad (1995:47) beropini bahwa kinerja merupakan “Successful role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa kinerja ialah hasil yang dicapai oleh seseorang berdasarkan ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Jika dirujuk pada definisi ini, maka pengertian kinerja ini sanggup diartikan sebagai hasil–hasil yang dicapai oleh individu dalam melakukan kiprah yang telah diembankan kepadanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, sanggup disimpulkan bahwa kinerja bisa dilihat dari tiga dimensi yang berbeda.
Pertama, sebagai keluaran (output), kinerja dinilai dari apa yang telah dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan kiprah atau pekerjaan. Dalam dimensi ini, kinerja seorang pegawai diukur dari hasil-hasil yang telah dicapainya dalam periode waktu tertentu. Jika dimensi itu dipakai sebagai materi penilaian, maka penilaian terhadap kinerja pegawai harus dilihat dari catatan-catatan prestasi yang telah diraihnya dalam masa tertentu. Hasil penilaian ini kemudian dibandingkan dengan tanggung jawab dan kiprahnya yang telah dinyatakan dalam uraian tugasnya (job description).
Kedua kinerja dinilai dari proses pelaksanaan kiprah atau pekerjaan. Dalam dimensi ini kinerja pegawai dinilai dari mekanisme dan teknis yang telah ditempuhnya dalam menuntaskan kiprah atau pekerjaannya. Sesuai dengan nama dimensinya, penilaian berdasarkan proses ini tidak melihat hasil kerja pegawai, namun lebih ditekankan pada “bagaimana” seseorang menuntaskan pekerjaannya secara teliti dan sanggup dipertanggungjawabkan. Selama mekanisme dan teknis yang dilaksanakan telah sesuai dengan apa yang digariskan, maka sanggup disimpulkan bahwa kinerjanya cukup baik.
Ketiga, terakhir dinilai dari aspek kontekstualnya. Penilaian kinerja seseorang sanggup juga dilihat dari aspek kontekstualnya, yakni kemampuannya sendiri. Diyakini bahwa kalau seseorang bisa mengerjakan suatu pemeriksaan, maka kinerjanya juga akan baik. Dengan kata lain, apabila seseorang yang mempunyai pengalaman dan pendidikan yang cukup matang dan ditempatkan pada posisi yang mempunyai tanggung jawab besar, maka secara kontekstual hal ini sudah benar dan diyakini kinerjanya akan baik. Definisi ini juga mengungkapkan bahwa kinerja merupakan sebuah proses pelaksanaan pemeriksaan. Sesuai dengan definisi ini maka tingkat keterampilan/ profesionalisme pegawai juga sanggup dipakai untuk mengukur kinerjanya dalam mengusut suatu pekerjaan. Disamping itu dibutuhkan adanya mekanisme dan ketentuan untuk mencapai hasil yang diinginkan.